Tuesday, April 10, 2012

MAGA NANIASENG PANGKEP ?,NGAPA NANIARENGI PANGKEP ? (Asal-muasal nama Pangkep dan Makna Lambang Pangkep)

The History Of Name PANGKEP (Asal-muasal Nama Pangkep)

mg nniaesGi pKjene ekpulawun ?
Mmaga naniasengi Pangkejene kepulauan ?

Gp n niaerGi pKejen ekpulauwn ?
Ngapa niarengi pangkajene kepulauan ?

KENAPA DINAMAKAN PANGKAJENE KEPULAUAN ?



PANGKAJENE KEPULAUAN,nama yang sangat familiar di telinga para masyarakat Pangkep,dua gabungan kata yang menjadi satu teruntai rapi yang kini menjadi nama daerah yang berada diantara kabupaten Maros dan kabupaten Barru,pertanyaan yang muncul selanjutnya apa itu Pangkajene, sementara satu bagian dari nama sudah sangat kita kenal yaitu kepulauan, yang mana berarti suatu daerah dalam hal ini Pangkep daerahnya berbasis pada keepulauan atau kelautan, nah.....yang menjadi pertanyaan adalah Pangkajene

- Battu kemae areng Pangkajene ?  btu ekai aerG pKejen ?

- Polekega taseng pangkajene ?   poel ekg aesn pKejen ?

-DARI MANA ASAL KATA PANGKAJENE ??

Asal Muasal Nama

Kata “Pangkajene” (Bahasa Makassar) pKejen, berasal dari dua kata yang disatukan, yaitu “Pangka” yang berarti cabang dan “Je’ne” yang berarti air, dinamai demikian karena pada daerah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Barasa itu, terdapat sungai yang bercabang, yang sekarang dinamai Sungai Pangkajene. Sampai saat ini belum didapatkan keterangan yang tegas, sejak kapan nama “Pangkajene” menggantikan nama yang popular sebelumnya, ‘Marana’. Menurut beberapa sumber, awalnya yang dikenal adalah Kampung Marana, dan sungai yang membelah kota Pangkajene sekarang ini dulunya bernama Sungai Marana.(Makkulau, 2008).
Kampung Marana terletak di sebelah utara sungai tua, sekitar Lembaga Pemasyarakatan lama (sekarang dijadikan tempat Pos Polisi dan Sekretariat Pemuda Pancasila) melebar ke Terminal Kompak, jadi lipat dua kali lebarnya dibanding sungai yang ada sekarang, tepatnya berada di jantung kota Pangkajene sekarang, sedangkan kampung – kampung tua yang ada di sekitar pinggiran sungai sekarang dari timur sampai ke barat antara lain Kampung Sabila, Ujung LoE, Tumampua, Jagong, Purung – Purung, Toli – Toli dan Lomboka, sedangkan bagian utara sungai, yaitu dari Pabundukang, Bone – bone, Kajonga, Palampang, Binanga Polong, Bucinri sampai ke Padede dan Kampung Solo.(M Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).
Jika kita menelusuri asal muasal pemberian nama – nama kampung yang telah disebutkan di atas---menurut beberapa sumber penulis---hal itu berkaitan erat dengan perebutan hegemoni kekuasaan antara Gowa dan Bone di bekas wilayah Kerajaan Siang dan Barasa (disebut Bundu Pammanakang). Kampung yang disebut Pabundukang itu awalnya adalah sebuah padang yang cukup luas, dimana menjadi tempat pertempuran antara laskar Bone dan Gowa, sedangkan Kampung Sabila diambilkan dari nama bangsawan Bone yang bertempur dan tewas di tempat itu, yaitu Arung Sabila. Begitu pula Kampung Bone-bone, yang pernah dihuni oleh mayoritas orang Bone. (M Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).
Kampung Tumampua (sekarang Kelurahan Tumampua) awalnya adalah kampung yang dihuni mayoritas orang – orang Bone berdarah Siang dengan menggunakan Bahasa Bugis, sedangkan Kampung Jagong (sekarang Kelurahan Jagong) dihuni oleh masyoritas orang – orang Gowa yang menuturkan Bahasa Makassar. Masing – masing hidup berdampingan karena mendapat suaka politik dari sejak masih adanya pengaruh Siang / Barasa sampai Gowa dan Bone silih berganti memperebutkannya untuk dijadikan palili / daerah taklukan, sedangkan Andi Syahrir (mantan Anggota DPRD Pangkep 1999 – 2004) mengurai bahwa Tu-mampua bermakna Orang mampu karena kampong tersebut didirikan oleh La Tenriaji To Senrima, Bangsawan Bone yang sangat kaya . (Makkulau, 2008).
Antara Kampung Solo dan Kampung Lomboka, sungai te1rsebut terbagi dua muaranya karena di depannya terdapat hutan bakau akibat aktifitas erosi, disekitarnya terdapat Kampung Polewali dan Lomboka. Pada percabangan sungai tersebut, dahulunya banyak digunakan sebagai tempat aktifitas perdagangan. Dimana saja ada muara sungai yang bercabang, biasa disebut “Appangkai Je’neka” maka daerah itu akan menjadi ramai. Sekarang tempat dimana terdapat (berdekatan) dengan percabangan sungai tersebut sudah sejak lama ramai karena dijadikan tempat pelelangan ikan. Penduduk setempatnya menyebutnya Lelonga. (M Taliu, 1997 dalam Makkulau, 2008).
Dahulu terdapat tiga sungai besar yang mengelilingi Kampung Marana yang menjadikannya tempat strategis transportasi karena berada di persimpangan sungai tua dari Paccelang, sungai tua dari Baru – baru dan sungai tua dari Siang (SengkaE). Ketiga sungai tersebut menjadikan Kampung Marana ramai karena berada di persimpangan cabang sungai (Bahasa Makassar : Pangkana Je’neka) dan di situ pula terjadi pertemuan dalam ikatan janji, baik dalam bentuk persahabatan, memperkuat jalinan kekerabatan maupun untuk kepentingan perdagangan. Pedagang yang akan memasarkan hasil bumi dan dagangannya biasanya mengadakan perjanjian dengan ucapan, “Anjorengpaki sicini ripangkana je’neka” (nanti kita bertemu di cabang air), yang dimaksudkan sesungguhnya tempat yang dituju adalah muara Sungai Marana (sekarang Sungai Pangkajene).(Makkulau, 2008).

1.BENTUK
  • Perisai yang melambangkan kepercayaan atas diri sendiri, ketahanan, keamanan, dan kesentosaan. Pada Bagian atas perisai, di atas warna putih, bertuliskan nama kabupaten, " PANGKEJENE DAN KEPULAUAN

 2.  ISI
  • Pada bagian yang teratas adalah bintang bersegi lima sebagai perlambang pancasila, falsafah negara dan bangsa Indonesia.Sementara segi atau sudut yang menonjol ke atas adalah Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pembimbing poros dan pembimbing dari sila-sila yang lain. Garis-garis yang ada dalam tubuh perisai bersumber dan berpusat kepada bintang, perlambang bahwa seluruh kepercayaan dan kegiatan bersumber dari falsafah Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa.


  • Pada bagian tengah itu ialah PERAHU LAYAR,merupakan perlambang daripada Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang mempunyai wilayah kepulauan di bagian lautan.Perahu layar dengan tipe dan modelnya yag khas itu adalah lambang perhubungan dan tranportasi rakyat di kepulauan pangkep.

  • Pada bagian atas kiri PERAHU tersebut,melingkar dalam bentuk oval, PADI dan KAPAS, dimana kedua ujungnya bergantung pada bintang,merupakan lambang kemakmuran rakyat yang merupakan cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia.Pada bagian bawah tangkai pasi dan kapas, bertemu keduanya yang berarti sandang dan pangan tak dapat dipisahkan, sedangkan pada bagian atasnya, kedua ujungnya bergantung kepada bintang Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa.Padi dan kapas melingkar berbentuk bulat lonjong(oval) melambangkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke,yang di dalamnya pula terdapat rakyat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

  • Pada bagian bawah, yang merupakan landasan  padi dan kapas ialah sebuah pita merah yang di atasnya terdapat tulisan lontara (Bahasa Makassar)"KUALLEANGI TALLANGA NA TOWALIA", yang bermakna (arti letterlyknya) " Lebih Baik Tenggelam Dari Pada Surut Kembali " merupakan semboyan yang sesuai dengan watak rakyat pangkep,maknakeselamatan , Pantang Mundur", Tulisan lontara itu sendiri perlambang suku : Bugis Makassar, suku yang mendiami sebagian besar wilayah pangkep.


3 . WARNA
  • Warna putih berarti suci,ikhlas dan jujur
  • Warna merah berarti berani, melambangkan bagian daratan pangkepyang masyarakatnya mempunyai watak yang berani, keras, kemauan keras dan pantang mundur. Hal ini sesuai dengan alam pangkep yang merupakan tantangan keras, seperti gunung-gunung nya yang terdiri dari gunung batu (Merupakan kekayaan sebagai bahan semen), air sukat,adat dan rasa malu yang mendalam dan lain sebagainya.
  • Warna dasar perisai bagian bawah ialah biru  laut, perlambang bahwa hanya pangkajene dan kepulauan terdiri  dari pulau-pulau yang bertebaran di laut yang luas. Oleh karena itu, terdapat garis-garis putih yang bergelombang sebagai lambang air.
  • Warna biru laut berarti tabah, lapang dada, penuh keberanian mengarungi samudera luas, ramah tamah dan makmur.
  • Warna kuning pada bintang dan batang padi,berarti agung,terhormat,jaya,mulia dan berwibawa.
  • Warna hijau pada kapas, berarti subur, makmur, nikmat dan damai.
  • Warna hitam  pasa perahu  dan lain-lain berarti cita-cita yang sangat mendalam


    Referensi :
  • wikipedia pangkep
  • situs resmi kabupaten pangkep

pKejen wnuw melbiku
Pangkaje'ne Wanua Malebbiku

pKejen prsGKu but klopoaK,u bori etenku
Pangkaje'ne pa'rasangangku Butta Kalompoangku, Bori Te'neku"







Posted By : Muhammad Rezki Rasyak


Nakke Pagalung, Pagalunna Butta Pangkaje'ne kepulauan.....!! (Saya Petani Pangkep)

Nakke Pagalung, Pagalunnna Butta Pangkaje'ne kepulauan.....!!


Petani, di kabupaten Pangkep jenis pekerjaan ini mungkin pekerjaan yang sangat populer di kabupaten Pangkep (Pangkajene Kepulauan), " ainek pglun pKejen", " i  nakke Pagalunna butta Pangkajene",itulah kata yang seakan menjadi semboyan para petani Pangkep, "pglu", "Pagalung" alias Petani seakan menjadi ikon kepribadian utama pangkep,tak ada rasa malu sedikitpun oleh sang petani untuk mengakui kepribadiannya sebagai seorang petani.

"Riolo pa na riolo nammenteng neneku anjari pagalung,kamma-kammanne inakke cucu,ana', kamanakang anjari pappilanju'na neneku ammentengi kala'biranna bone galung na kokongku". "Riaolo p nriaolo na emet enenku ajri pglu, n  kmkmen  nek cucu,an,kmnkG, ajri ppiljun enenku aPeaetGi klbirn boen glu n kokoku", 



"Sejak dahulu kala nenek dan para pendahulu masyarakat Pangkep adalah petani,sekarang kami 

anak,cucu,kemanakan,adalah generasi penerus para 

pendahulu,melanjutkan,melestarikan,meneruskan menggali dan memetik hasil sawah 

dan kebun kami".

Semboyan itu yang selalu melekat di tiap relung jiwa masyarakat Pangkep terutama para petani baik sawah maupun kebun,kini hal itu seakan benar-benar melekat,tiap pelajar jika memiliki ladang pertanian sehabis sekolah atau tiba musim tanam padi akan bergegas ke sawah atau ladang mereka masing-masing,bukan hanya itu sekarang juga banyak pegawai yang beraih pandangan atau melirik potensi itu,sekarang ada banyak pegawai baik negeri maupun swasta yang ikut mengolah atau sengaja membeli ladang maupun tambak untuk diolah,hal itu dikarenakan pemikiran seseorang jika memiliki ladang maupun sawah maka kebutuhan pangan akan tercukupi tidak lagi membeli beras,ataupun bahan makanan lainnya yang mereka olah.


Hal itu juga yang membuat pangkep sebagai salah satu daerah penghasil Pangan terutama padi maupun sayuran yang cukup terkenal di kalangan masyarakat sulawesi selatan.




Berikut ini statistik pertanian kabupaten Pangkep

Luas areal pertanian tanaman pangan (sawah) seluas 16.034 ha, terdiri dari sawah berpengairan tekhnis 6.025 ha. Setengah tekhnis 1.048 ha. Irigasi sederhana/desa 377 ha, pengairan non PU sebanyak 1.957 ha. Tanaman yang dibudidayakan antara lain, padi sawah dengan luas panen 19.247 ha dengan produksi 107.594 ha. Kacang tanah luas panen 1.251 ha produksi 1.816 ton. Tanaman lainnya yakni kacang kedelai, kacang hijau dan ketela.
Untuk jeruk yang merupakan potensi andalan di pangkep, cukup menggembirakan. Dua kecamatan central jeruk di pangkep yakni Marang dengan potensi areal 350 ha dengan jumlah 70.000 pohon dan kecamatan Labakkang sebanyak 170 ha dengan 34.000 pohon. Dalam tahun 2005 ini, sebanyak 2,5 juta jeruk di kirim ke Jakarta dan sekitarnya untuk di perdagangkan. Jumlah potensi jeruk pamelo sebanyak 787 ha dengan jumlah pohon 157.481 ha pohon.
Luas areal perkebunan 15.801,1 ha dari berbagai jenis tanaman antara lain, jeruk pamelo, kelapa, kapok, dan kopi. Serta tanaman andalan adalah jambu mente dengan luas areal tanaman 7.782 ha dan kelapa yang arealnya mencapai 4.670 ha. Jumlah produksinya mencapai 3.381 ton jambu mete dan 4.476 ton untuk kelapa (diambil dari situs resmi kabupaten Pangkep)

pcinin  bori mreaG meG ri pKejen nsb pglu,pgea,n ppeGPn"
"paccini'na bori' maraenga mange ri pangkaje'ne kepulauan nasaba' pagalung,pagae,napapangempanna",(Pangkep dilirik oleh derah-daerah lain karena petani,nelayan dan penambaknya)

Jayalah para petani Pangkep,kalian adalah salah satu simbol kehidupan masyarakat pangkep

"kualleang tallang natoalia"
kuwela tlG n towlia



Posted By: Muhammad Rezki Rasyak




Kisah Sukses Pemilik RM Aroma Labakkang,Mange BBoja Dalle (Secret Story behind the succes RM Aroma Labakkang)

·         Di Balik Kisah Sukses Pemilik RM Aroma Labakkang 

Mange Bboja Dalle’ (meG boj del)

·         Ke Kendari Hanya Bermodal Nekat

·          
·         Hanya bermodal nekat, perjalanan hidup pria ini akhirnya terbilang sukses. Dia meninggalkan kampung halaman mengadu nasib di rantauan saat usianya masih belasan tahun.
·          
·         PUPUT HARIANTI, Kendari
·          
·         Tak sulit menemui pria bernama H Saenong ini. Jika ingin bertemu cukup ke Rumah Makan (RM) Aroma Labakkang II, dekat jembatan tripping atau RM Aroma Labakkang I di By Pass, kawasan Teluk Kendari. Maklum, dia adalah pemilik rumah makan yang menyediakan berbagai macam sea food yang terkenal dengan aroma khasnya itu. Sebagai pemilik bukan berarti seenaknya meninggalkan usahanya dengan mengandalkan karyawan. Sebaliknya, Saenong justru setia menongkrongi rumah makan yang dirintis sejak 21 tahun silam.
·          
·         Rabu (21/2) petang, Saenong duduk di samping pembakaran ikan warungnya di Aroma Labakkang II. Cukup padat meja diisi pengunjung untuk menikmati makanan malam itu. Sesekali pria berusia 53 tahun tersebut menyapa pengunjung, terutama yang sudah dikenalnya. Ketika penulis datang menghampiri, dengan ramah dia menyambut.
·          
·         Mengawali perbincangan, Saenong menceritakan awal kedatangannya ke Kendari. Di suatu hari pada 1975, dia tiba-tiba meninggalkan kampung halamannya, Soreang, sebuah desa di perbatasan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan-Maros, Sulsel. Saat itu, dia nekat menumpang mobil pick-up yang membawa pisang ke Bajoe, Kabupaten Bone. Usianya saat itu menginjak 17 tahun. Tanpa sepengetahuan orangtuanya dan juga pemilik mobil tersebut, Saenong bersembunyi di atas pickup dengan satu tujuan: pergi mengadu nasib.
·          
·         "Kehidupan saya di kampung sangat memprihatinkan. Rumah orangtua kami hanya terbuat dari bambu. Makanya, saya pergi merantau," tutur Saenong dengan mata menerawang.
·          
·         Di Bajoe, dia tinggal beberapa hari menunggu kapal kayu yang akan berangkat ke Kolaka. Hanya bermodal baju dan celana yang melekat di tubuhnya, Saenong akhirnya bisa berlayar ke Sultra dengan tujuan pertama di Kabupaten Kolaka. "Saya dua minggu di Kolaka. Menginap di warung kopi," ujar ayah beranak empat ini.
·          
·         Keinginan Saenong ke Kendari tetap kuat. Tapi apa daya, dia sama sekali tidak memiliki duit sepeser pun. Di Kolaka pun dia hanyanumpang di warung orang yang tak dikenalnya.
·          
·         Karena keinginan kuat yang sudah tertanam dalam hati, dia akhirnya ke Kendari menumpang bus jurusan Kolaka-Kendari. Awalnya, dia sempat menjadi aheng di daerah itu. Dengan modal berkenalan pemilik sopir bus, dia bisa menumpang secara gratis.
·          
·         Tiba di Kendari, nasib Saenong terlunta-lunta. Maklum, dia tak punya keluarga sama sekali. Dalam sehari beruntung kalau bisa makan nasi. Terkadang hanya pisang rebus satu buah di siang hari dan satu buah di malam hari. "Kalau saya ingat perjuangan waktu itu, saya biasa menangis," ucapnya. "Saya ke sini betul-betul nekat. Bekerja apa pun saya lakukan asal halal. Cukup panjang cerita masa lalu saya yang sangat menyedihkan, termasuk pernah mengayuh becak dan angkut air ke rumah orang," tambahnya.
·          
·         Titik balik kisah sukses Saenong diawali ketika memulai usaha membuka rumah makan yang menyediakan sea food di kawasan Kendari Beach pada 1991. Kala itu, dia memiliki modal skill membakar ikan dengan racikan bumbunya dari seorang pemilik warung tempatnya bekerja. "Saya diajari supaya bisa mandiri," katanya.
·          
·         Satu hal yang tertanam di benaknya saat memulai usaha sendiri adalah bagaimana bisa berhasil seperti pengusaha warung makan lainnya. Dengan menjaga higienitas (kebersihan) makanan dan menjalin hubungan baik dengan siapa pun yang datang ke warungnya, perlahan-lahan usaha Saenong meningkat. Dia pun bernazarmembiayai perjalanan ibadah haji untuk orangtuanya dan membangunkan rumah yang layak jika usahanya lancar dan mendapat keuntungan. Tak butuh waktu lama, hanya setahun nazarnya dia wujudkan.
·          


·         Selama lebih dua dasawarsa berbisnis makanan, kini dia memiliki rumah makan. Setelah kapasitas meja dan lahan parkir yang terbatas di Aroma Labakkang I, dia membuka Aroma Labakkang II sejak September 2011.
·          
·         Dia mengaku sangat bersyukur dengan apa yang diraih saat ini. Bagi dia, kesuksesan didapatkan seseorang dalam apa pun, termasuk bisnis makanan adalah kejujuran, ketekunan, dan mau belajar.
·          
·         Karena itu, kepada keempat anaknya, termasuk 20 lebih karyawannya, dia selalu menitipkan pesan seperti itu. Harapannya, mereka dapat mandiri di kemudian hari. 

tThanks.....
Posted By : Muhammad Rezki Rasyak