Showing posts with label Budaya. Show all posts
Showing posts with label Budaya. Show all posts

Wednesday, April 25, 2012

PA'JEKO TEDONG (Membajak Sawah dengan Kerbau) / Sistem bajak sawah tradisional

PA'JEKO TEDONG   (Membajak Sawah dengan Kerbau) / Sistem bajak sawah tradisional


Membajak sawah dengan Kerbau atau yang sering masyarakat Sul-Sel khususnya pangkep kenal dengan nama Pa'jeko tedong (Pejko tedoG) pada dasarnya suatu adat yang harus senantiasa di jaga, meskipun sekarang ini semua petani sudah beralih ke mesin traktor modern,namun kenyataannya masih ada beberapa elemen masyarakat atau petani yang enggan memakai fasilitas modern ini, karena beberapa alasan tentunya,kalau diliat dari segi filosofis maupun budaya, menurut saya pa'jeko tedong ini memang harus tetap ada karena merupakan budaya turun temurun untuk mengolah sawah dari sejak zaman nenek moyang,dan mungkin hal itu juga yang mendasari pandangan beberapa masyarakat untuk tdak beralih ke pa'jeko traktor atau mesin traktor.


Salah satu masyarakat kampung beru daeng ratte berkata : " Anjo pa'jeko tedonga bajiki batena ammulimpasa' tana, naratai iya ngasenna buta panjamanga, punna traktor taena nakulle na bulengkara birinna,jari terasaki ritanangngi anjo biring galunga, anne pa'jeko tedongku,pa'jekonna inja neneku riolo, kupakei na kuu'rangi tongi tau-tau pagalung rioloa, kuu'ramgi nenku,mangge na yangasenna tau ku singewanga lalang ri galunga."


dalam bahasa indonesia daeng ratte berkata " bahwa dia masih menggunakan bajak swah tradisional dengan kerbau karena, hasil kerjanya juga lebih baik dari pada hasil traktor,hal itu dikarenakan bagian samping dari sawah sudah tidak dapat dijangkau olh mata kail traktor untuk membongkar tanah,sedangkan si bajak sawah tradisional masih bisa menjangkaunya, penggunaan traktor tradisional ini juga sebagai bentuk penghargaan dari daeng ratte kepada para petani terdahulu yang membuatkannya bajak sawah, untuk bajak sawahnya sendiri itu di pakai sejak nenek dari daeng ratte,lebih lanjutnya daeng ratte bermaksud mengingat atau flash back kembali pra petani sejak waktu neneknya dulu,serta semua kawannya saat masih bersama di perswahan."


dia juga menambahkan jika menggunakan bajak sawah tradisional lebih ampuh,tidak memakan biaya besar,memoriam kembali serta cara penggunaan dan dialek bahasa dengan kerbau yang sudah terlatih dan menurut karena telah lama bersama dengan daeng ratte. Ada faktor psikologis tersendiri sahutnya saat bercengkrama dengan kerbau dan mengarahkannya saat membajak sawah,

berikut dialek daeng ratte yang sempat saya tangkap saat mengarahkan kerbaunya ::

- helelelel......agar si kerbau berjalan

- Higogo.....agar lebih cepat dan seirama dengan kawannya karena saat membajak daeng ratte menggunakan dua kerbau

- Herrrere......agar si kerbau serong atau berbelok




nah itu dia kawan sekilas tentang daeng ratte dan pa'jeko tedongnya, bagaimanapun itu patut kita apresiasi sebagai bentuk kontribusi daeng ratte mempertahan kan pa'jeko tedong atau bajak sawah tradisional dengan kerbau....



terima kasih sudah mau membaca blognya daeng ekky,semoga kontribusi daeng bisa menjadi wakil untuk melestarikan budaya,juga dapat kalian jadikan referensi pembelajaran

tahnks, dan jangan lupa leave commentnya yah,,,


(Pejko tedoG)

but pgluG


Posted By : Muhammad Rezki Rasyak

Sunday, April 22, 2012

Mengapa Orang Pangkep Bisa menguasai dua bahasa ( Bugis dan Makassar ) ???

Mengapa Orang Pangkep Bisa menguasai dua bahasa ( Bugis dan Makassar ) ??? Transleter Bugis makassar ( Kesaktian Orang Pangkep )


Banyak orang dari kabupaten lain yang ertanya-tanya mengapa Orang Pangkep bisa menguasai dua bahasa, maka secara otomatis si orang Pangkep bisa beradaptasi dengan sadat mudah dengan orang dari kabupaten lain baik yang berbahasa bugis dan bahasa makassar,lalu kok bisa ya....!!

nah ini cerita saya tentang orang jeneponto dan pinrang yang baku adu argumen dengan orang pinrang,keduanya merupakan teman saya di kampus,mereka sejak awal saling mengejek namun satu sama lain tidak mengerti karena orang pinrang menggunkan bahasa bugis sedangkan jeneponto dengan bahasa makassarnya,jadi nggak ketemu-ketemu bahasanya sementara saya yang menguasai dua bahasa tersebut karena berasal dari pangkep sudah hampir tak bisa berkata-kata lagi dan terus saja tertawa, dari situ kemudian saya muncul menjadi transleter dari dua bahasa yaitu bugis dan makassar.saya muncul bak sebuah jembatan yang menghubungkan bahasa bugis dan makassar agar tidak ada cek-cok maupun kesalah pahaman dari dua kubu yang berbeda dan pada akhirnya berbuntut pada perkelahian atau pertentangan.


pertanyaannya sekarang kenapa sih orang pangkep menguasai dua bahasa ??

kalau anfda membaca artikel saya tentang sejarah Bugis mungkin anda akan tau kenapa orang pangkep bisa memahami dua bahasa tersebut, untuk lebih jelasnya saya akan bahas, perhatikan baik-baik.


Seperti sebelumnya yang saya bahas tentang perkembangan kerajaan dan wilayah persebaran masyarakat bugis,dalam perkembangan selanjutnya komunitas bugis berkembang dan membentuk beberapa kerajaan lain dan kemudian membentuk aksara,bahasa dan pemerintahan mereka sendiri,beberapa kerajaan klasik yang terkenal adalah Luwu,Bone,Wajo,Soppeng,Suppa dan Sawitto (Pinrang),Sidrap (sidenreng dan Rappang),meski tersebar dan membentuk etnik bugis tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar dan sampai saat ini orang bugis tersebar di beberapa kabupaten antara lain Luwu,Bone,Wajo,Soppeng,Sidrap,Sinjai,Pinrang barru. Sedangkan daereha peralihan bugis dan makassar antara lain Bulukumba,Sinjai,maros,Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Daerah peraliahan Bugis dan Mandar antara lain kabupaten Polmas dan Pinrang.

nah oleh karena Pangkep merupakan aderah peralihan dari bugis makassar maka karena itu masyarakat pangkep bisa menguasai dua bahasa,jadi jangan heran kalau seandainya si Orang pangkep menguasai dua bahasa, itu karena mereka adalah aderah peralihan dari perkawinan suku bugis asli (Luwu,Bone,Wajo,Soppeng,Suppa dan Sawitto (Pinrang),Sidrap (sidenreng dan Rappang)) dengan suku makassar.


begitu sobat alasannya mengapa orang pangkep menguasai dua bahasa, tapi ingat janganlah menjadikan konflik dua suku ini menbooming kembali,jaga persaudaraan kita,sebab sekarang kita dikenal oleh bangsa luar sebagai bangsa yang tangguh suku bugis-makassar, kedua kata bersatu maka sudah sepatutnyalah kita menjaga bhineka tunggal ika dan menjadikan kita suku yang kompak,saling menghargai,menghormati dan saling menjaga satu sama lain.




thanks udah mau baca blognya daeng ekky,semoga bermanfaat,kritik dan saran pembaca sangat daeng ekky butuh, daeng tunggu komentarnya semua !!

wassalam

Posted by : Muhammad Rezki Rasyak


Monday, April 16, 2012

La Ulung (Adat Budaya Masyarakat Pagalung Pangkep)


La Ulung (Adat Budaya Masyarakat Petani ( Pagalungna ) Pangkep) Ade' pagalungna pangkep,Ada' Pagalungna masyarakat Pangkep.

Assalamu alaikum

ketemu lagi dengan daeng ekky,di blog pengenal dan pelestari budaya insya allah.Oke cika' kali ini kita akan bahas salah satu adat-budaya Pangkep Sulawesi selatan, Ala ulung,yapz itu dia namanya,mungkin sebagian masyarakat belum kenal apa itu La Ulung atau La Ulung.


Apa itu sebenarnya la Ulung ?
La Ulung sebenarnya adalah adat budaya yang sudah ada sejak dulu,ini merupakan adat masyarakat petani atau yang lebih kita kenal dengan nama Pagalung di kalangan masyarakat Pangkep. La Ulung ini merupakan tradisi penyambutan Pesta Panen raya, atau acara pra panen raya.

Selanjutnya bagaimana itu La Ulung ??






Oke kita akan Bahas, la ulung oleh masyarakat pangkep adalah tradisi sebelum panen raya,merupakan wujud rasa syukur kepada sang kuasa karena sebentar lagi akan dilaksanakan panen padi,

Bagaimana tata cara La Ulung ??




Untuk pelaksanaannya pertama masyarakat mengambil padi atau ranum padi (gabah) yang sudah setengah tua atau padi yang belum panen, yah pastilah karena ini kan adat sebelum panen, selanjutnya, gabah di bersihkan dari ranumnya atau dari tangkai padi, setelah selesai, kemudian gabah kering di goreng pada wajan tanpa menggunakan minyak atau goreng kering masyarakat pangkep lebih kenal dengan nama gore rangko,
seteleh di goreng dan matang,gabah kemudian di tumbuk pada lesung sampai kulitnya tekelupas dan bersih, nah selanjutnya hasil dari tumbukan itulah yang di campurkan dengan gula merah,gulapasir dan kelapa, kemudian dinikmati bersama keluarga dan sanak famili,inilah kenikmatan hasil keringat dan jerih payah mereka,"tetti puse', je'ne songo'na pagalungnga.




"Anjo ada' La Ulung na masyarakatka,ampeppesi,awwakili sukkurutta mange ri karaeng allah ta'ala,nasaba' tenamo nasallo wattunna naripaneng ase tananga" (Daeng Pali)



"nah itu pendapat masyarakat,para masyarakat menganggap itu adalah rasa syukur dan untuk mengeratkan rasa kekeluargaan antara para tetangga,juga untuk mewujudkan rasa syukur mereka kepada sang kuasa atas rezki panen padi yang akan segera datang."


nah cika' itu dia satu adat budaya masyarakat pangkep yang sebenarnya belum banyak orang yang mengetahuinya sobat,namun saya postingkan karena saya anggap kita semua bisa mengangkatnya dan juga meletarikannya,semoga dengan upaya saya ini dapat menambah inspirsi,referensi dan pengetahuan kalian seputar budaya-budaya kita di sulawesi selatan

thankz sebelumnya sudah berkunjung ke blognya daeng ekky,satu lagi mari cikali kita lestarikan adat budaya kita La ulung ini.



*leave comment yah*


Posted By : Muhammad Rezki Rasyak